Setiba di depan pintu masuk, ternyata pintu belum dibuka. Namun kerumunan yang mengantri di depan gerbang sudah terlihat menyemut. Pukul satu gerbang dibuka, satu per satu kerumunan tadi memasuki area festival. Menurut saya penjagaan di festival tersebut tidak terlalu ketat. Para penjaga hanya memeriksa tas bawaan para pengunjung tanpa melakukan body check. Mereka hanya memastikan tidak ada yang membawa kamera DSLR, handycam, senjata tajam, dan botol minuman. Walaupun mereka menemukan botol minuman, pengunjung tetap akan diperbolehkan untuk membawa ke dalam asalkan isi botol tersebut dikosongkan dan tutup botol dibuang.
Di dalam lokasi festival, saya tidak bisa menyembunyikan kekaguman saya. Saya merasa setengah tidak percaya berada di dalam area salah satu festival terbesar di Eropa bahkan dunia. Dari kejauhan, panggung utama terlihat jelas dan megah. Untungnya hanya terdapat dua panggung di Rockwerchter: Main Stage dan Pyramid Marquee. Tidak seperti Pinkpop festival di Belanda (3 stage), apalagi Java Rocking land (lebih dari 5 stage?), jadi cukup untuk nenentukan skala prioritas untuk menyaksikan band mana yang akan di lihat secara live di dua panggung tersebut.
Band pertama yang kami lihat adalah Warpaint yang bermain di Pyramid Marquee. Band asal LA ini adalah salah satu band yang paling ingin saya lihat di antara list line-up Rock Werchter. Mereka bermain secara apik selama kurang dari satu jam, dan diakhiri dengan versi panjang dari lagu Beetles.
Selama waktu itu, saya seperti dibuai oleh permainan Jenny Lindberg, pemain bass Warpaint. Entah kenapa, saya selalu tersirap dengan penampilan perempuan perempuan di balik bass guitar. Sebut saja Kim Gordon, D’arcy Wretzky, Melissa Auf de Maur, Kim Deal, Nikki Monninger, dan beberapa lagi.
Jenny Lee Lindberg & Stella Mozgawa - Warpaint
Setelah Warpaint, kami tidak beranjak dari Pyramid Marquee untuk menyaksikan penampilan TV on the Radio yang bermain di tempat yang sama. Sementara menunggu TV on the Radio tampil, dari kejauhan musik yang dimainkan oleh Seasick Steve di main stage terdengar sayup sayup. Setelah menunggu selama 25 menit, akhirnya para personil TV on the Radio muncul satu persatu. Mereka membuka penampilan mereka dengan lagu “Halfway Home” yang diambil dari album “Dear Science”. Entah kenapa, sound pada saat mereka tampil terdengar begitu memekakkan telinga dan kurang nyaman di kuping. Setelah mereka bermain tiga lagu, saya dan teman teman memutuskan untuk keluar dari pyramid marquee dan pergi menuju area piazza untuk mengisi perut.
Area makan di piazza ini terlihat cukup ramai. Di sana juga terdapat beberapa stand sponsor yang juga menampilkan musik musik yang dimainkan oleh DJ. Beberapa di antara booth itu juga tetap menggunakan pendekatan sex sells di booth mereka. Misalnya di booth (bir) Jupiler, ada beberapa sexy dancer berpakaian ala para perempuan di film Coyote Ugly yang asik bergoyang di atas meja bar. Sementara booth coca-cola juga tidak mau kalah dengan mengedepankan tema pantai di mana para SPG nya berpakaian ala life guard. Tapi tidak sevulgar lifeguard Baywatch yah.
Setelah kenyang, kami pun pergi menuju main stage, di mana The Hives sedang tampil. Sudah lama sekali saya tidak mendengarkan lagu lagu dari band asal Swedia ini. Entah perasaan saya saja, nampaknya Pelle Almqvist yang dulu terlihat babyface, kini terlihat memiki garis keriput di wajahnya. Walaupun demikian, Almqvist tidak henti hentinya berceloteh di atas panggung di antara tiap lagu yang dibawakan tanpa tidak terkesan kelelahan. Padahal dari 13 lagu yang mereka bawakan hari itu, bisa dibilang 80% lagu up tempo semua. Walaupun hujan turun di tengah tengah penampilan mereka, Almqvist terus bernyanyi dan berceloteh bak seorang pendeta rock n roll.
Setelah The Hives, kami memutuskan untuk kembali ke tenda untuk sekedar istirahat dan mengambil jaket. Setelah diguyur hujan, area festival sedikit terasa lebih dingin. Kontras dengan cuaca pada saat paginya, di mana cuaca cukup panas dan hampir tidak ada awan. Selain kedua alasan di atas, kami memutuskan kembali ke tenda karena saat itu penampilan di kedua stage kurang menarik minat kami. Saat itu di stage pyramid marquee sedang tampil Aloe Blacc. Musisi soul yang sebenarnya tidak bisa dibilang pendatang baru ini sebenarnya cukup menarik untuk dilihat. Namun karena saya hanya tahu satu lagu saja dari Blacc dan berhubung udara yang secara mendadak menjadi dingin memaksa kami untuk kembali ke tenda.
Sementara di saat yang bersamaan, di stage utama sedang tampil Anouk, yang merupakan musisi Belanda yang dibanggakan oleh orang Belanda. Berhubung daerah Werchter merupakan sisi Flemmish dari Belgia, mungkin para penduduk lokal juga suka dengan penampilan Anouk. Note: Orang Belgia yang berbahasa Belanda tidak begitu suka di bilang Dutch, mereka lebih suka dibilang sebagai Flemmish. Saya sudah beberapa kali melihat penampilan Anouk di TV dan secara live di sebuah perayaan hari nasional di Belanda. Sebenarnya secara musikalitas dia cukup bagus untuk standar musisi Belanda (maaf, ini penilaian subjektif :D).