Wednesday, October 19, 2011

The Legendary: Koes Plus, in the Netherlands

Mungkin kedatangan Koes Plus ke Belanda untuk pertama kalinya tidak seheboh pada saat the Beatles datang ke Belanda pada tahun '64. Tidak adil memang kalau Koes Plus dibandingkan dengan the Fab Four itu. Tetapi bagi saya, dan mungkin juga ratusan orang lainnya yang tinggal di Belanda, memaknai kedatangan Koes Plus ke Belanda ini dengan rasa yang berbeda.

Di dalam usianya yang baru saja berubah menjadi 72 tahun, Yon Koeswoyo, masih menunjukkan semangatnya untuk meneruskan nama besar grup yg dibentuk bersama saudara saudaranya ini 51 tahun silam. Kini, sebagai anggota orisinil sejak awal Koes Plus berdiri, ia hanya berjuang sendiri. Walaupun demikian, dengan adanya tambahan tiga personil muda di Koes Plus, justru mampu menambahkan spirit baru saat mereka tampil live.

Pada tanggal 29 September rombongan Koes Plus tiba di Belanda untuk pertama kalinya. Mereka tidak sendiri, tetapi didampingi oleh Ahmad Albar dan Oppie Andaresta. Mereka tiba di Belanda atas undangan dari Intan Zhari, promotor asal Indonesia yang sudah lama menetap di Belanda. Sebelumnya Intan juga pernah mengundang Slank untuk tampil di Amsterdam pada tahun 2008. Ia juga dibantu oleh berbagai pihak sponsor termasuk KBRI Den Haag.

Ketiga nama musisi besar tersebut datang ke Belanda untuk tampil di acara Indo Music Nite yang diadakan pada tanggal 2 Oktober di Melkweg, Amsterdam. Melkweg sendiri adalah salah satu venue konser terkenal yang paling sering didatangi musisi musisi mancanegara.

Acara diawali dengan penampilan dari Biru Band, yang merupakan band yang personilnya terdiri dari pemuda Indonesia yang menetap di Belanda. Dilanjutkan dengan panampilan Oppie Andaresta. Selanjutnya, panggung diisi oleh Bebas Band yang juga terdiri dari warga Indonesia yang menetap di Belanda, namun dengan seorang drummer yang asli orang Belanda. Setelah membawakan beberapa lagu cover dan lagu mereka sendiri, Bebas Band akhirnya mengundang Ahmad Albar untuk tampil membawakan lagu lagu God Bless dan Gong 2000.

Sebut saja lagu lagu seperti Kehidupan, Panggung Sandiwara, Semut Hitam dibawakan dengan baik oleh Ahmad Albar, diiringi dengan musik yang dimainkan oleh para personel Bebas Band. Sempat terdengar suara yg sedikit meleset pada saat Ahmad Albar menyanyikan nada nada tinggi. Hal ini dikarenakan ia masih belum sembuh total dari radang tenggorokan yang ia alami pada saat baru mendarat di Belanda. Walaupun demikian, Ahmad Albar tetap menunjukkan kualitasnya sebagai musisi rock legendaris dengan stamina yang layak diacungi jempol.

Yang menarik perhatian saya pada saat menyaksikan penampilan Ahmad Albar, yang justru banyak mensupport dan maju di barisan paling depan mayoritas adalah perempuan. Nampaknya di umurnya yang ke-65, Ahmad Albar masih memiliki pancaran sex appeal bagi para perempuan. Mungkin tidak beda seperti halnya saat ia masih bermain di Belanda pada pertengahan tahun 60-an dengan grupnya Clover Leaf.

Setelah Ahmad Albar, tampillah grup yang ramai dibicarakan secara online di forum forum warga Indonesia yang tinggal di Belanda. Satu persatu mulai dari Yon Koeswoyo, diikuti para personil di grup yang dinamai Koes Plus Pembaharuan ini.

Malam itu Mas Yon tampil sangat sederhana dengan baju polo lengan panjang yang digulung, dan tidak lupa dengan senyumannya yang tulus bak seorang Opa yang bijaksana. Wajahnya terlihat tampak ceria. Pemandangan itu membuat saya terharu, mengingat saya sering membaca betapa gigihnya perjuangan Yon pada saat masa kejayaan Koes Plus yang mulai pudar di pertangahan tahun 80-an. Mulai dari tidak adanya sepeser pun royalti atas ribuan lagu lagu yang mereka buat, hingga saat ia pun harus menjual mobil dan berjualan batu akik demi bisa bertahan hidup di paska kejayaan Koes Plus tersebut.

Keharuan itu langsung berubah begitu Mas Yon langsung mengajak personil bandnya untuk menggebrak di lagu pertama dengan lagu “Bujangan”. Sontak semua pengunjung yang jumlahnya ratusan orang ikut bernyanyi dan bergoyang mengikuti iringan lagu tersebut. Malam itu, bisa dibilang 80% dari pengunjung yang memadati Melkweg adalah orang Indonesia. Di Belanda, pemandangan seperti ini cuma bisa ditemukan pada saat Lebaran di wisma duta dan pada saat Pesta Rakyat 17-an.



video courtesy of Patrixxxon

Malam itu ketangguhan Mas Yon terbukti benar benar luar biasa. Bagaimana tidak, lebih dari 20 lagu ia mainkan tanpa ada jeda sedikitpun. Bahkan diantara lagu lagu itu, tidak pernah saya melihat Mas Yon meminum air botol yang biasa kita lihat dikala musisi musisi sedang tampil secara live! Menurut saya, ini adalah berkat jam terbang yang tinggi dari Mas Yon dan kawan kawan, yang bisa di bilang, hampir tiap bulan pasti mereka tampil live di segala penjuru pelosok tanah air.

Secara pribadi saya cukup kasihan mengingat umur Mas Yon yang sudah tidak muda (sekali) itu. Tetapi, saya ingat pada saat Mas Yon dan kawan kawan mengunjungi kantor saya di RNW, beliau bilang, “musik itu adalah cinta mati saya. Saya tidak akan berhenti bernyanyi di atas panggung kalau tidak di stop oleh panitia karena waktunya sudah terlalu panjang. Kalau nggak nyanyi, saya bisa sakit. Hahahaha” diikuti dengan tertawanya yang khas.

Tampak jelas di malam itu, dari lagu lagu koes plus yang banyaknya seribu lebih, Mas Yon sudah hafal mati dengan lagu lagunya yang ia bawakan. Tidak ada sehelai kertas setlist lagu-pun yang tampak di atas panggung malam itu. Nampaknya semua musik dimainkan berdasarkan kemauan Mas Yon saja. Entah memang sudah semacam hafalan, atau sudah settingan auto pilot apabila mereka sudah tampil di atas panggung. “Kita mainin lagu yang slow aja yah...”, “Ini lagu dahsyat ini...”, kata kata seperti itu sering muncul dari mulut Mas Yon di antara lagu lagu yang mereka bawakan.

Selama lebih dari dua jam lagu lagu lawas mulai dari Diana, Kisah Sedih di Hari Minggu, Tul Jaenak, Kolam Susu, Oh Kasihku, Why Do You Love Me?, Kembali, Kembali ke Jakarta, Bis Sekolah, Nusantara dan banyak lagi. Tua, muda, orang Indonesia, bule, semua ikut melantunkan bait per bait lagu lagu Koes Plus. Bagi saya ini adalah sebuah pemandangan yang mengharukan. Walaupun sudah beberapa kali saya menonton konser di Melkweg, hal ini adalah sesuatu yang jarang saya temukan di tempat tersebut.


Koes Plus - Kembali ke Jakarta (video lainnya ada di sini)

Semua orang seakan tenggelam dengan kenangan dan buaian lagu lagu Koes Plus. Mengingat betapa abadi-nya lagu lagu Koes Plus di hati masyarakat Indonesia, dan betapa besar perjuangan para personilnya untuk dapat menciptakan lagu lagu sebagus itu, walaupun mereka tidak menerima uang sepeser pun dari royalti lagu lagu mereka itu. Bayangkan, di tahun 1974 sendiri, Koes Plus mengeluarkan 22 album! Sebuah prestasi yang menurut saya belum ada band manapun yang mampu menandingi! Bahkan The Beatles sekalipun.

Sejak saat itu saya semakin yakin, bahwa Koes Plus adalah legenda hidup dalam dunia musik Indonesia yang layak untuk dikenang dan diapresiasi setinggi tingginya. Seperti banyak yang bilang, seandainya Koes Plus bukan dari Indonesia, mungkin mereka lebih dikenal daripada Beatles!

1 comment:

  1. Koes Ploes selalu mengingatkan gua akan bapak dan masa kecil. Bokap gua suka banget koes ploes dan dulu kalo malem minggu suka nyetel kasetnya di ruang keluarga. TV dimatiin. Terus ngajak anak2nya joget2. Hampir tiap minggu sampe anak2nya beranjak SMP dan mulai pilih kaset dari musisi sendiri jadi nyetelnya bergantian. Dan kata nyokap waktu kecil gua ga bisa tidur kalo ga disetelin Koes Ploes x)

    Walopun kadar fanatisme bokap berkurang sejak kematian idolanya, Tony Koeswoyo, kalo ada Koes Ploes di TV, tetep aja khusyuk nonton. Kami bahkan sempet ziarah ke makam nya Tony. Bokap kadang suka nulis "Tony Supriadi" di ember ato benda lain di rumah, bukan namanya "Bambang Supriyadi". Ahaha.

    Anyway, good review :)

    ReplyDelete